
Kujabat mesra tangan ayahUrat-urat daging-daging tua keras terasaMataku tersenyum, matanya menyapaAnak yang pulang disambut mesra.
Tapi matanya, mata yang menatapkuKolam-kolam derita dan pudar bulan pagiGaris-garis putih lesu melingkungi hitam-suramSuatu kelesauan yang tak pernah dipancarkan dulu.
Kelibat senyum matanya masih jua ramahAkan menutup padaku kelesuan hidup sendiriBagai dalam suratnya dengan kata-kata siangMemintaku pulang menikmati beras baru.
Anak yang pulang di sisi ayahnya maka akulahmerasakan kepedihan yang tercermin di mataMeski kain pelekatnya bersih dalam kesegaran wudukDan ia tidak pernah merasa, sebab derita...